Menu Navigasi

Rabu, 31 Oktober 2012

Code Switcing: Pengalihan untuk kenyamanan pembicaraan

_______________________________________________________________________
Oleh : Anggi Firmansyah NPM 031109221 (VII/E) FKIP Uniersitas Pakuan Bogor)
 

       “Mus, maneh moal ngilu ka Bayah teh? (sunda: Mus, Kamu tidak akan ikut ke Bayah?) tanya sahabat saya yang bernama guntur.
       “Moal ah, urang teu boga duit cuy” (sunda: tidak ah, aku tidak punya uang) jawab Mustofa.
       “Ah maneh mah, kumaha sih (sunda: Ah kamu, gimana sih)
       Kami bertiga sedang berada di ruang tamu kediaman Mustofa, Tanjungpura, Karawang. Malam itu (15/10/2012) saya dan Guntur sengaja mengunjungi rumahnya untuk memastikan apakah Mustofa akan turut serta touring ke Bayah. Namun nampaknya Mustofa berhalangan.
       “De,,, Dede...!!!”
Terdengar suara laki-laki paruh baya memanggil.
       “Muhun pak, Kulan!” Jawab Mustofa.
Rupanya Ayahnya Mustofa yang memanggil. Kemudian Mustofa yang mempunyai panggilan ‘dede’apabila berada di rumahpun dengan segera menghampiri sang Ayah yang duduk serambi rumah tepat dibalik ruang tamu dimana kami bertiga berada saat itu.
       Tadi Bapak nguping bade ameng ka Bayah?(sunda: tadi Bapak dengar mau pergi ke Bayah?)
       “Muhun Pak” (sunda: Iya  Pak!) jawab teman saya yang mempunyai nama lengkap Amay Mustofa.
       “Dede ngiring?” (sunda: Dede Ikut?)
       Oh moal pak. (sunda: Dede ikut?)
       Ulahnya, ulah ngiring. Melang bapak mah (sunda: jangan yah, jangan ikut, Bapak hanya khawatir)
       Saya dapat dengan jelas mendengar percakapan anak dan bapak tersebut. Mustofa tidak akan ikut. Saya terdiam beberapa saat, bukan karena Mustofa tidak bisa ikut tapi karena bahasa yang diunakan olehnya terasa sedikit berbeda. Bahasa yang Ia gunakan saat bertutur kepada Guntur dan kepada Ayahnya. Sama-sama Bahasa sunda namun terasa berbeda. Saya masih tidak memahaminya sampai Mustofa menjelaskan bahwa didalam Bahasa Sunda ada sebuah tataran bahasa, yaitu tata bahasa atau kata-kata mana yang pantas atau tidak untuk digunakan kepada beberapa orang tertentu.
Menurut ilmu sosiolingusitik pengalihan tutur yang telah dilakukan Mustofa disebut dengan “code switcing”. Code switching merupakan istilah linguistik yang digunakan dalam dua bahasa atau lebih atau variasi bahasa dalam percakapan. Orang-orang multilingual seringkali menggunakan beberapa bahasa dalam percakapannya dengan orang lain. Oleh karena itu alih kode secara sintaksis dan fonologi sesuai dengan penggunaan bahasa yang beragam atau bervariasi. Appel (1974:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Contoh peralihan penggunaan bahasa dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh dua pembicara bahasa Sunda karena berubahnya situasi yakni datangnya Sitogar dari Tapanuli.
Namun, code switching tidak hanya dilakukan dalam satu bahasa saja. Code switching masih bisa dilakukan dalam tataran bahasa yang sama. Misal dari bahasa sunda ke bahasa sunda seperti yang dilakukan oleh Mustofa yang melakukan code switching saat berbicara kepada Guntur dan saat berbicara dengan ayahnya. Hymes (1974:103) menyatakan code switching itu bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi juga dapat terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Jadi bisa disebut pula bahwa code switching merupakan peralihan penggunaan bahasa yang bisa terjadi pada penutur monolingual, bilingual, maupun multilingual.
Lalu mengapa hal ini bisa terjadi? Pada dasarnya ada beberapa sebab mengapa seseorang melakukan code switching, yaitu:
1.  Pribadi pembicara; ini berkaitan dengan peran pembicara dalam satu komunikasi, misalnya seorang anak yang berbahasa Jawa dalam sebuah keluarga.
2.  Hubungan pembicara dengan mitra pembicara; misalnya pembicara berkomunikasi dengan anggota keluarga dan masing-masing anggota keluarga tersebut memiliki cara berkomunikasi yang berbeda sesuai dengan perannya dalam keluarga
3.     Topik atau subtopik; misalnya di kantor yang semula membahas topik tentang pekerjaan beralih ke topik individu.
4.  Perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga yang berlatar belakang bahasa berbeda. Misalnya dalam situasi nonformal yang melibatkan dua pembicara berbahasa sama, kemudian muncul orang ketiga yang berbeda bahasa dengan dua pembicara sebelumnya.
5.      Perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya; misalnya dalam situasi di kantor, antara bos dan karyawannya membicarakan topik yang bersifat formal beralih ke topik nonformal.
Berikut contoh dalam dialog sehari-hari.
Percakapan di bawah ini terjadi antara Fikri  dan Rohmayanti di kelas sambil menunggu dosen datang.
Fikri                : Kapan tugasnya dikumpulin?
Rohmayanti    : Katanya seminggu lagi. Kamu udah selesai ta?
Fikri                : Mboh ki, kelompokku padha mbeler kabeh, kelompokmu piye?
Rohmayanti    : Alah padha ae, aku pusing jadinya.
       Pada contoh percakapan di atas ada alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, dan sebaliknya. Hal ini terjadi karena adanya hubungan personal antara si A dan si B yang memiliki latar belakang bahasa yang sama. Kedua bahasa tersebut digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka.
       Begitupula yang dilakukan oleh Mustofa, yang mengalihkan bahasa sunda untuk percakapan teman sebaya ke percakapan bahasa sunda untuk orang yang lebih tua. Ini teta disebut Code switcing walaupun dalam suatu bahasa karena code switcing bukan hanya pengalihan bahasa tetapi juga ragam. Oleh karena itu dinanamakan code switching bukan language switching.(Anggi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar