_______________________________________________________________________
Oleh : Anggi
Firmansyah NPM 031109221 (VII/E) FKIP Uniersitas Pakuan Bogor)
“Mus, maneh moal ngilu
ka Bayah teh? (sunda:
Mus, Kamu tidak akan ikut ke Bayah?) tanya sahabat saya yang bernama guntur.
“Moal ah, urang teu
boga duit cuy” (sunda:
tidak ah, aku tidak punya uang) jawab Mustofa.
“Ah maneh mah, kumaha sih (sunda: Ah
kamu, gimana sih)
Kami
bertiga sedang berada di ruang tamu kediaman Mustofa, Tanjungpura, Karawang. Malam
itu (15/10/2012) saya dan Guntur sengaja mengunjungi rumahnya untuk memastikan
apakah Mustofa akan turut serta touring ke
Bayah. Namun nampaknya Mustofa berhalangan.
“De,,, Dede...!!!”
Terdengar suara laki-laki paruh
baya memanggil.
“Muhun pak, Kulan!” Jawab Mustofa.
Rupanya Ayahnya Mustofa yang
memanggil. Kemudian Mustofa yang mempunyai panggilan ‘dede’apabila berada di
rumahpun dengan segera menghampiri sang Ayah yang duduk serambi rumah tepat dibalik
ruang tamu dimana kami bertiga berada saat itu.
“Tadi Bapak nguping bade ameng ka Bayah?(sunda: tadi Bapak dengar mau pergi ke Bayah?)
“Muhun Pak” (sunda: Iya
Pak!) jawab teman saya yang
mempunyai nama lengkap Amay Mustofa.
“Dede ngiring?” (sunda: Dede Ikut?)
“Oh moal pak. (sunda: Dede ikut?)
“Ulahnya, ulah ngiring. Melang bapak mah (sunda:
jangan yah, jangan ikut, Bapak hanya khawatir)
Saya
dapat dengan jelas mendengar percakapan anak dan bapak tersebut. Mustofa tidak
akan ikut. Saya terdiam beberapa saat, bukan karena Mustofa tidak bisa ikut
tapi karena bahasa yang diunakan olehnya terasa sedikit berbeda. Bahasa yang Ia
gunakan saat bertutur kepada Guntur dan kepada Ayahnya. Sama-sama Bahasa sunda namun
terasa berbeda. Saya masih tidak memahaminya sampai Mustofa menjelaskan bahwa
didalam Bahasa Sunda ada sebuah tataran bahasa, yaitu tata bahasa atau
kata-kata mana yang pantas atau tidak untuk digunakan kepada beberapa orang
tertentu.
Menurut ilmu
sosiolingusitik pengalihan tutur yang telah dilakukan Mustofa disebut dengan “code switcing”. Code switching merupakan istilah
linguistik yang digunakan dalam dua bahasa atau lebih atau variasi bahasa dalam
percakapan. Orang-orang multilingual seringkali menggunakan beberapa bahasa
dalam percakapannya dengan orang lain. Oleh karena itu alih kode secara
sintaksis dan fonologi sesuai dengan penggunaan bahasa yang beragam atau
bervariasi. Appel (1974:79) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala
peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Contoh peralihan
penggunaan bahasa dari bahasa Sunda ke bahasa Indonesia yang dilakukan oleh dua
pembicara bahasa Sunda karena berubahnya situasi yakni datangnya Sitogar dari
Tapanuli.
Namun, code switching tidak hanya dilakukan
dalam satu bahasa saja. Code switching masih
bisa dilakukan dalam tataran bahasa yang sama. Misal dari bahasa sunda ke bahasa
sunda seperti yang dilakukan oleh Mustofa yang melakukan code switching saat berbicara kepada Guntur dan saat berbicara
dengan ayahnya. Hymes (1974:103) menyatakan code switching itu bukan hanya terjadi antar bahasa, tetapi juga
dapat terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu
bahasa. Jadi bisa disebut pula bahwa code
switching merupakan peralihan penggunaan bahasa yang bisa terjadi pada
penutur monolingual, bilingual, maupun
multilingual.
Lalu mengapa hal ini bisa terjadi? Pada dasarnya
ada beberapa sebab mengapa seseorang melakukan code switching, yaitu:
1. Pribadi
pembicara; ini berkaitan dengan peran pembicara dalam satu komunikasi, misalnya
seorang anak yang berbahasa Jawa dalam sebuah keluarga.
2. Hubungan
pembicara dengan mitra pembicara; misalnya pembicara berkomunikasi dengan
anggota keluarga dan masing-masing anggota keluarga tersebut memiliki cara berkomunikasi
yang berbeda sesuai dengan perannya dalam keluarga
3. Topik
atau subtopik; misalnya di kantor yang semula membahas topik tentang pekerjaan
beralih ke topik individu.
4. Perubahan
situasi dengan hadirnya orang ketiga yang berlatar belakang bahasa berbeda.
Misalnya dalam situasi nonformal yang melibatkan dua pembicara berbahasa sama,
kemudian muncul orang ketiga yang berbeda bahasa dengan dua pembicara
sebelumnya.
5. Perubahan
dari formal ke informal atau sebaliknya; misalnya dalam situasi di kantor,
antara bos dan karyawannya membicarakan topik yang bersifat formal beralih ke
topik nonformal.
Berikut contoh dalam
dialog sehari-hari.
Percakapan di bawah
ini terjadi antara Fikri dan Rohmayanti di
kelas sambil menunggu dosen datang.
Fikri : Kapan tugasnya dikumpulin?
Rohmayanti : Katanya seminggu lagi. Kamu udah selesai
ta?
Fikri : Mboh ki, kelompokku padha
mbeler kabeh, kelompokmu piye?
Rohmayanti : Alah padha ae, aku pusing jadinya.
Pada contoh percakapan di atas ada alih
kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, dan sebaliknya. Hal ini terjadi
karena adanya hubungan personal antara si A dan si B yang memiliki latar
belakang bahasa yang sama. Kedua bahasa tersebut digunakan dalam konteks
kehidupan sehari-hari mereka.
Begitupula yang dilakukan oleh Mustofa,
yang mengalihkan bahasa sunda untuk percakapan teman sebaya ke percakapan bahasa
sunda untuk orang yang lebih tua. Ini teta disebut Code switcing walaupun
dalam suatu bahasa karena code switcing bukan hanya pengalihan bahasa tetapi juga
ragam. Oleh karena itu dinanamakan code
switching bukan language switching.(Anggi)